Partai Ummat menyoroti kasus konflik agraria yang semakin marak di Indonesia dalam lima tahun terakhir. Salah satunya kasus dua orang petani bernama Suhendar dan Yayan yang harus meregang nyawa di perbatasan antara Kabupaten Majalengka dan Indramayu, Jawa Barat, Senin (4/10) lalu. Keduanya disebut menjadi korban konflik agraria karena memperebutkan lahan tebu PT Pabrik Gula Jatitujuh.
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi juga menyoroti kasus warga Desa Bojongkoneng dan Cijayanti, Kabupaten Bogor yang berseteru dengan pengembang lahan Sentul City. Ridho menilai kasus kasus itu menunjukkan konflik agraria sudah sangat membahayakan, dimana masyarakat lebih memilih jalan pintas untuk memperoleh tanah meski nyawa taruhannya. "Kasus Sentul City selain memperlihatkan ketidakadilan dalam penguasaan lahan juga menegaskan bahwa konflik agraria yang terungkap ke permukaan adalah puncak dari gunung es. Ini hanya dua cerita dari rentetan konflik agraria yang tak kunjung henti dari lima tahun terakhir. Data yang kami himpun dari lapangan menunjukkan dalam lima tahun terakhir 2.288 konflik agraria yang mengakibatkan 1.437 orang mengalami kriminalisasi, 776 orang mengalami penganiayaan, 75 orang tertembak, dan 66 orang tewas," kata Ridho, di Kantor DPP Partai Ummat, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (8/10).
Ridho menyebut orang orang ini merupakan korban ketidakadilan struktural. Akan tetapi pemerintah justru berkilah dan memberikan kesan seolah olah mereka korban konflik horizontal. Selain itu, jurang antara si kaya dan si miskin semakin dalam dengan banyaknya penguasaan tanah oleh segelintir elit oligarki. Buktinya, 68 persen tanah di seluruh Indonesia dikuasai oleh satu persen kelompok pengusaha dan badan korporasi skala besar.
Di sisi lain, Ridho mengungkap lebih dari 16 juta rumah tangga petani yang menggantungkan hidupnya dari bertani, masing masing hanya menguasai lahan di bawah setengah hektar. "Berdasarkan data di atas, Partai Ummat menilai Presiden Jokowi telah gagal mengelola konflik agraria yang terjadi selama lima tahun terakhir yang menyebabkan meluasnya ketimpangan dan ketidakadilan di seluruh tanah air," ucapnya. "Kami menyimpulkan bahwa ketimpangan dan ketidakadilan penguasaan tanah di Indonesia sudah sangat parah. Konflik yang berakar pada perampasan tanah yang hampir merata terjadi di seluruh Indonesia sering tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan rakyat," tambah Ridho. Namun demikian, dia menilai pemerintah tak kunjung memberikan upaya penyelesaian yang komprehensif dan menyentuh akar masalah. Menurutnya cara pemerintah menyelesaikan konflik agraria selama ini takubahnya seperti mengobati kanker stadium lanjut dengan menempelkan koyo pada bagian tubuh yang sakit.
"Untuk menutupi wajah konflik agraria yang sudah pucat pasi digerogoti kanker ganas, mereka memoleskan lipstik di bibir untuk menyembunyikan kenyataan," jelasnya. Kenyataan miris terungkap di masa pandemi, lanjut Ridho, karena konflik agraria justru meningkat. Data Konsorsium Pembaruan Agraria menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konflik agraria masing masing 28 persen di sektor perkebunan dan 100 persen di sektor kehutanan di tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.
Dia menegaskan ketidakadilan ini menyangkut redistribusi lahan, bukannya soal sertifikasi lahan. "Jadi dengan segala hormat, jangan lagi anggap bagi bagi sertifikat adalah solusi," katanya. Partai Ummat lantas menuntut tiga hal kepada pemerintah. Pertama, pemerintah diminta segera membentuk Badan Otorita Reforma Agraria, yang merupakan perintah dari Tap MPR Nomor IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Kedua, agar pemerintah segera mengumpulkan data penguasaan agraria yang valid dan terintegrasi.
Dan ketiga, Ridho meminta pemerintah segera mewujudkan 'Peta Tunggal Agraria' dan road map penyelesaian sengketa agraria. Tak hanya itu, dia menegaskan Partai Ummat akan berperan aktif menyelesaikan konflik agraria dengan mendirikan Kantor Bantuan Hukum Ummat (Kabah Ummat), dimana akan memberikan bantuan hukum kepada anggota masyarakat yang menjadi korban konflik agraria atau konflik struktural lainnya. "Kami juga akan memberikan pendampingan kepada anggota masyarakat untuk mendapatkan sertifikat atau kepastian hukum dari lahan yang sudah digarap dan dikuasainya sangat lama. Partai Ummat juga mengajak seluruh komponen masyarakat untuk turut aktif mengawasi pelaksanaan Perpres No. 86/2018 tentang penyelenggaraan Reforma Agraria," tandasnya.